ulau
Halmahera, yang hidupnya mengembara dan mendiami pesisir pantai
Halmahera untuk menyebarkan agama Islam dipenjuru pulau Halmahera. Pada
suatu hari ketiga penguasa ini menggelar rapat untuk membagi zona
dalam rangka penyebaran agama islam yang bertepatan dengan Hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal.

Singkat cerita kakak tertua/sulung yaitu Kapita Mobon/Maba Halmahera
Timur menegaskan kepada kedua adiknya yaitu Sangaji Patani dan Kapten
Laut Weda untuk tugas penyebaran agama islam maka pada tanggal 12
Rabiul Awal itu juga perpisahan itupun terjadi antara ketiga orang
bersaudara itu yang walaupun merasa sedih dan pilu serta tak kuasa
menerima ini namun demi siarnya Dinul Islam dipersada Halmahera.
Sebelum berpisah masing-masing menyampaikan bobeto-bobeto, dola bololo
dan moro-moro, Sangaji Patani sebagai Putera Kedua tertua berkata dalam
bahasa daerah Patani Myalame Myalam Botone Myalam, Olote Mitebe Yamfu
Botone Myalam yang artinya bagaimana saya melihat tanjung ngolopopo
yang jauh diseberang lautan, siapa yang akan mengantarkan saya kesana,
tak ketinggalan Kapita lau Weda sebagi putera bungsu pun berkata dalam
bahasa Tidore, karena dibawah pemerintahan Sultan Tidore sebagai
berikut, Manuru doe patani, pura Sali jiko weda,sio biji kasiruta,yo
ruru talaga weda, artinya harum semerbak bunga melati sumbernya ada
diweda, benih-benih yang ada digebe dan patani sudah disemaikan dan
tumbuh ditalaga weda.
Mendengar moro-moro tersebut, kakak sulung alias Kapita Mobon pun
berkata dalam bahasa dan dialek mobon/maba, Kabe Aice Mo Were Te
Npoloniga Fdel Mo Were Telama yang artinya kalau demikian kalian ikut
arus dari weda menuju tempat tujuan, mendengar demikian sangaji patani
dan kapten laut weda terkesima dan termenung sambil menjawab, jou lawang
pane…posnie mauludga kpolengame inssa Allah bulan Maulid yang akan
datang kami akan kembali, lantas sangaji patani berkata jou suba
kabefsilinga fponmew lama…….bot pei Maulud na poton(gamsungi), demi
Allah jika kalian ingat pada saya, kembali pada kalian di patani untuk
sama-sama kita merayakan bulan Maulud akhirnya ketiga penguasa ini
bertahan untuk masing-masing menyambut dan merayakan maulud di
masing-masing zona yaitu kapita mobon tetap dimobon, sangaji patani
tetap di patani gamsungi dan kapten laut weda tetap diweda.
Ketiga bersaudara ini menyadari akan hakikat dari kelahiran Nabi
Muhammmad SAW sebagai Rahmatanllil`alamin atau rahmat bagi sekalian
alam, sehingga jangannkan batu-batuan, hewan, tumbuhan dan manusia,
iblis pun merasa gembira maka atas kesepakatan mereka muncul lah cogo
ipa menurut kapten laut weda, tai ipa menurut sangaji Patani dan Ipa
ice menurut kapita maba, lalu sultan Tidore menyatukan dengan
menggunakan istilah Coka Iba yang artinya dengan falsafah riwayat amal
yang dikemas dalam konteks fagogoru,diawali dengan pembacaan
sarafal`anam pada tanggal 10 rabiul awal dan diakhiri dengan pembacaan
riwayat nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 rabiul awal, dengan latar
belakang coka iba sebagai bala tentara atau pasukan bertopeng.
Adat coka iba ini secara turun temurun sampai saat ini masi tetap
digelorakan di seluruh wilayah tiga negeri atau GAMRANGE pada setiap
peringatan Maulud nabi besar Muhammad SAW yang sedianya jumlah coka iba
itu 99 orang yang melambangkan Asmaulhusna dan alat pukul yang
digunakan adalah 3 batang sapu lidi yang diikat menjadi satu
melambangkan tiga negeri bersaudara, maba sebagai putera sulung, patani
sebagai putera ke dua dan weda sebagai putera bungsu, sedangkan
jenisnya coka iba itu ada tiga yakni coka iba kayu-kayu milik kapita
mobon coka iba gome milik sangaji patani dan coka iba loyeng milik
kapten laut weda.pada hari ketiga pelaksanaan coka atau hari terakhir
yang jatuh pada tanggal 12 rabiul awwal disajikan hidangan makanan dan
minuman yang beraneka warna dan ditata dengan indah dimeja makan lalu
para coka iba itu saling berebut makanan yang dihidangkan itu.
Pemutakhiran Terakhir.